Voyage 61 - Kotor Montenegro
Dalam suatu anganpun tidak pernah terbersit bahwa kaki ini akan menginjak kota benteng yang ditemukan ratusan tahun sebelum masehi pada masa pemerintahan Roman Kuno. Kota ini sempat diambil alih oleh pemerintahan Venice selama 4 abad pada tahun 1420an dan menghias kota dengan deretan bangunan khas arsitektur venetian dan berkat arsitektur inilah kota ini masuk sebagai world heritage site oleh UNESCO.
Kotor, Montenegro disinilah saya berada!
Siang itu cuaca diperkirakan sekitar 35 derajat celcius, berbekal nekat dan niat, kami, saya, Thomas dan Joe berangkat dengan menggunakan tender (kapal kecil) sekitar 20 menit dari tempat cruise kami bersandar menuju pier.
Sengatan matahari menyambut kulit kami, ah biarlah berubah menjadi coklat, toh itu yang dicari para bule dengan sketsa berjemur. Bagi saya cukup jalan-jalan saja sudah langsung coklat gelap.
Tanpa map dan rencana akhirnya terdamparlah disuatu bangunan yang luas, suatu bangunan yang di dalamnya terdapat banguanan-bangunan lagi, perumahan, restoran, gereja dan semuanya dengan design yang mirip dengan warna coklat muda. Dan tentunya dibanguan ratusan tahun lalu. Well! Karena inilah maka di kenal dengan city wall atau kota benteng.
Adalah gereja Katedral Saint Rtyphon yang dibangun pada tahun 1166 berdiri megah tepat ditengah kota, dengan tiket masuk 2 Euro, kamipun menjelajah sekedar penasaran ada apa di dalam sana.
Beberapa kostum Paus, mahkota dan lukisan menjadi salah satu hiasan yang menarik untuk difoto.
Kami hampir tersesat, tidaklah mudah untuk mencari jalan keluar. Terlalu banyak jalan kecil dengan bangunan yang menjulang tinggi di kanan kiri dan diakhiri dengan jalan buntu. Sungguh PR yang luar biasa, tapi disanalah sensasinya, karena dari sana jualah kami akhirnya menemukan spot yang menarik untuk dilihat, salah satunya… jemuran dengan pakaian jumbo, kalau kata Thomas itu celananya echi, oopss!
Dan berbekal keisengan, kamipun membuat scenario untuk film documenter, lari-lari keluar masuk gang, celoteh di depan Palama PIMA Palace dan tentunya kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak penting, asli tidak penting sama sekali: keringat, tertawa, haus menjadi bagian dari sebuah cerita. Dan saat inipun ketika saya menulis sejenak terpikir, saya kangen dengan suasana itu, kebahagiaan yang kami rasakan.