Hejocokor

Voyage 11 - Black out

Staff Captain  Jan seperti biasa selalu usil saat dia mengunjungi kantor kami. Ada saja yang dilempar. Pagi ini dia melempar buku saat saya sedang mengetik lebih tepatnya menatap layar monitor, maklum masih pagi dan jiwa ini masih melayang.

10 menit kemudian Lisbet Guest Relation Manager mampir dan menyampaikan informasi beberapa tamu komplen karena kapal membatalkan jalur ke Glacier bay, jalur dimana kita bisa menikmati pecahan es di lautan dari yang kecil sampai masih yang membentuk gunung.

”Yes, I know this is not a good situation! But if we force to sail I believe we will face storm. This is captain’s call. We do the best for our safety!”

Jan menjelaskan dengan santai sambil kembali membolak balikkan buku.

Saat ini akhirnya kapal bergerak langsung menuju seward sehari lebih awal dari waktu yang seharusnya.

 

**

Black out! Black out! Teriak beberapa tim housekeeping di sepanjang koridor.

Suasana berubah begitu mencekam, komputer mati, semua lampu penerangan mati kecuali emergency lamp yang terpasang di beberapa titik.

Meeting darurat dilaksanakan untuk menetapkan penanganan. Masing masing kepala departemen bertugas mengawasi kondisi departemen nya. Yang paling berat tentulah yang menangani tamu.

Mati lampu berarti mati air dan mati aktivitas... semua sibuk dengan tugas masing masing, tentu yang paling banyak mengeluarkan keringat adalah Chief engineer, karena dia lah yang bertugas memantau kondisi mesin.

Satu jam berlalu, dua jam berlalu dan kondisi belum terselesaikan, semua crew mencoba bersikap tenang meskipun ada beberapa yang dengan lantangnya mengucap istigfar, doa doa, suasana begitu mencekam, akankah kita selamat? Akan kah kita menjadi bagian dari berita yang baru saja terjadi atas tenggelamnya kapal Costa Concordia? Tuhan selamatkanlah kami...

 

Disinilah mental diiuji, saya tidak menyalahkan tamu yang komplen karena mereka memiliki hak untuk segera selesai dari situasi ini, sayapun turut merasakan penderitaan tim front office dan front liner lainnya yang secara langsung berpapasan dengan tamu dan tentunya menjadi wadah sumpah serapah mereka.

Sedangkan saya bertugas untuk memonitor kegiatan crew di crew corridor, memastikan bahwa mereka tidak panik. Namun ternyata keadaan tidak semudah yang diperkirakan. Kepanikan tetap muncul dan sulit untuk dikendalikan.  Kondisi menjadi memanas saat kami dihadapkan masuknya beberapa tamu ke area crew. Jelas ini tidak diperbolehkan. Terjadi adu argumentasi sampai akhirnya kami harus memanggil tim security. 

 

Kejadian ini tidak hanya melelahkan fisik namun secara psikis menuntut kami untuk tetap berpikir normal dalam kondisi darurat, dan itu sangatlah sulit, tidak semudah apa yang saya perkirakan.

 

Setelah bergelut dengan keadaan gelisah, penantian inipun berujung saat tim chief engineer berhasil memperbaiki mesin. Saat itu, saya terduduk lemas di koridor dan meminta ijin atasan untuk istirahat sejenak.